REPORTASE
Webinar Medical Wellness dan Brainstorming Health Tourism di Indonesia
Rabu, 9 April 2025

Medical wellness merupakan suatu upaya mengkombinasikan pelayanan medis dengan upaya promotif dan preventif berbasis perawatan yang holistik sehingga memungkinkan seseorang dapat terhindar dari penyakit dan mencapai kualitas hidup yang optimal. Upaya promotif dan preventif dapat dicapai dengan berbagai hal, salah satunya adalah terapi kebugaran yang berbasis medical and wellness. Upaya ini berfokus pada beberapa aspek, diantaranya healthy lifestyle, kecantikan, kebugaran, pengobatan tradisional, mental health, weight management, dan kualitas hidup. Mengacu pada fokus yang ada maka sasaran dari upaya ini adalah 90% orang dengan kondisi sehat, ideal pula untuk orang dengan faktor resiko atau penyakit kronis seperti diabetes, tekanan darah tinggi, orang dengan berat badan berlebih, serta penderita stress.

Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D menyampaikan bahwa saat ini adalah waktu tepat untuk memulihkan pariwisata Indonesia. Industri Health Tourism akan bangkit lagi setelah era Covid-19 tahun 2020 yang sangat terpuruk ekonominya. Terdapat dua perspektif dalam Health Tourism, yakni Medical Tourism dan Wellness Tourism. Perbedaan dari keduanya adalah pada tujuan dan penggunanya. Medical Tourism adalah perjalanan untuk mendapat tatalaksana dari suatu diagnosa, lebih mengedepankan lower cost high quality. Sementara itu, Wellness Tourism adalah perjalanan untuk mempertahankan kebugaran yang poin utamanya adalah preventif dan promotif. Dalam menjelaskan ini, Prof.dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D. menggunakan Porter Five Forces Model untuk menganalisis strenght dan weakness dari potensi pengembangan health tourism. Berdasarkan analisis tersebut didapat hasil bahwa Indonesia masih underspending dalam hal belanja kesehatan, hal ini mulai sejak berlakunya BPJS. Namun data menunjukkan angka yang lebih besar pada pembayaran kesehatan di Indonesia yang menggunakan dana pribadi. Hal ini cukup membawa harapan bahwa Indonesia masih berpeluang untuk menaikkan anggaran belanja kesehatan ada sektor non BPJS. Harapannya dapat mengintegrasikan konsep ilmiah untuk dalam pengembangan health tourism.


Sejalan dengan hal tersebut, Elisabeth Listyani menyampaikan bahwa Bali merupakan salah satu tempat wisata yang potensial untuk mengembangkan medical wellness. Banyak kesempatan dan peluang untuk mengembangkan layanan yang mengacu pada medical wellness, misalnya wellness SPA, wellness retreat, holistic services, conventional and alternative medicine, dan preventive medicine. Kekuatan sumber daya manusia yang ada dari beberapa perguruan tinggi telah memberikan kompetensi terkait, seperti spa & wellness, pengobatan tradisional Bali, dan lain lain. Namun belum ada sertifikasi untuk mempertajam keilmuan dalam menunjang kualitas layanan. Apabila dibandingkan dengan Thailand, produksi SDM medical wellness masih sangat lemah. Kendalanya ada pada belum adanya kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan industri, serta belum ada tempat pelatihan bagi dokter umum untuk mendapat tambahan kompetensi medical wellness. Harapannya ada perbaikan untuk meningkatkan daya saing industri health tourism di Bali, perlu menyusun rencana yang strategis dan sistematis untuk para operator dan pelaku usaha di Bali, serta supplier medical wellness harus mengejar ketertinggalan dengan Thailand, khususnya terkait kompetensi tenaga kesehatan.
Brainstorming berjalan aktif dengan antusiasme dari para audiens terkait sumbangsihnya terhadap ide dan inovasi keberlanjutan health tourism di Indonesia. Menurut beberapa peserta, Indonesia masih tertinggal jauh dibanding negara Asia Tenggara lainnya seperti Thailand, China, dan Malaysia. Padahal Indonesia sangat berpotensi dan strategis apabila medical wellness berjalan dengan masif. Poin penting untuk diperhatikan dalam mengembangkan industri health tourism ini yaitu harga dan produk yang kompetitif dengan kompetitor, hubungan pasien yang harus dijalin dengan kuat, komunikasi antara dokter, tenaga kesehatan, dan lintas sektor lain yang terjalin dengan solid, serta perlu adanya kurikulum dasar anatomi dan fisiologi yang seragam dan satu tujuan, sebagai pondasi mewujudkan kualitas layanan health tourism di Indonesia. (Firda Alya)