Reportase
Seri Webinar Forest Wellness : Potensi Pengembangan Wisata Terapi Hutan & Medical Wellness
-
Seri 2
-
Seri 1
Rabu, 5 Maret 2025
Terapi hutan merupakan sebuah terapi yang memanfaatkan pemandangan alam yang tidak hanya menenangkan, namun juga menciptakan keseimbangan dengan melibatkan seluruh indra dalam tubuh kita. Terapi ini merupakan sebuah solusi untuk rehat sejenak dari kesibukan yang tentunya dapat bermanfaat dapat jangka panjang sekaligus sebuah peluang inovasi usaha baru yang dapat dikembangkan oleh operator wellness di Indonesia. Namun, sebelum mengembangkan terapi hutan, berbagai persiapan harus dilakukan seperti identifikasi spot yang akan dipakai untuk terapi hingga metode terapi yang akan diterapkan untuk pasien.
Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D memulai seri webinar dengan mengenalkan forest wellness sebagai sebuah inovasi baru dari pemanfaatan lingkungan yaitu hutan. Seiring dengan adanya isu lingkungan yang ada saat ini, kelestarian hutan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan. Selain menjaga ekosistem lingkungan, hutan tersebut juga dapat dimanfaatkan untuk terapi kesehatan dan fungsi rekreasi seperti Taman Nasional yang telah tersebar di seluruh Indonesia. Kedua fungsi tersebut harapannya dapat menjadi sebuah peluang usaha yang dapat dikembangkan khususnya bagi operator medical wellness.
Identifikasi spot untuk forest healing disampaikan oleh dr. Andry Edwin Dahlan dengan menyinggung isu lingkungan yang saat ini terjadi dapat disebabkan oleh karena tata kelola lingkungan yang kurang baik, sehingga kelestarian ekosistem hutan dapat ditingkatkan untuk mengatasi isu tersebut. Selama kelestarian hutan terjaga, maka hutan dapat dimanfaatkan sebagai terapi dengan persiapan identifikasi jalur yang ideal untuk forest healing, diantaranya gentle slopes, bebas polutan, suara maksimal 50dB namun boleh lebih dari batas tersebut jika berasal dari suara air atau suara alam lainnya, tidak menakutkan, jalur yang cukup lebar, terdapat evergreen dengan aura yang positif, dilengkapi dengan fasilitas restroom, serta jarak yang ditempuh tidak terlalu jauh yaitu 2-3 km. Selain itu, penilaian temperatur 20o - 26oC, kelembaban (maksimal 80), cahaya, kecepatan angin, elevasi (maksimal 15%), identifikasi hewan-hewan yang hidup dalam hutan, serta aktifitas yang akan dilakukan dalam rangkaian terapi dan screening kesehatan dari partisipan sebelum terapi juga perlu diidentifikasi sebagai persiapan.
F.R Herin Anggreni P, M.Biomed (AAM) membahas terkait struktur terapi hutan yang berpusat pada hati bahwa kelelahan kronis dapat menyebabkan kurangnya produktifitas sehari-hari sehingga dibutuhkan rekoneksi terhadap alam untuk mengembalikan energi dan menyeimbangkan hormon dalam tubuh. Terapi hutan dipusatkan pada jantung dimana energi elektromagnetik jantung yang terhubung dengan otak memiliki fungsi penyembuhan dalam tubuh. Terapi ini dilakukan berdasarkan 3 pendekatan utama, yaitu pendekatan terhadap mind untuk mengurangi stres, body untuk meningkatkan daya tahan dan soul sebagai coping. Selanjutnya, terapi tersebut dilakukan dengan meditasi kesadaran, berjalan-jalan menyusuri hutan, melibatkan semua 5 panca Indera, serta memperhatikan setiap sensasi yang muncul dan terhubung dengan alam. Selain itu, dalam ilmu psikologi terapi hutan dapat menimbulkan inner healing activation yang berfungsi untuk meningkatkan kasih sayang terhadap diri sendiri, menyehatkan organ, serta memasukkan impian kedalam bawah sadar kita yang dapat dimulai dengan kebiasaan kecil yang cukup berarti. (Bestian Ovilia Andini)
Rabu, 26 Februari 2025
Terapi hutan (forest wellness) merupakan pemanfaatan hutan sebagai terapi kesehatan untuk memperbaiki dan meningkatkan kondisi fisik dan mental. Hutan sebagai media dapat menimbulkan efek psikologis jangka panjang berupa ketenangan yang dapat membantu individu untuk mengurangi stress, kelelahan akibat pekerjaan yang tidak bisa didapatkan ditengah kesibukan perkotaan. Oleh karena itu, forest wellness dapat dimanfaatkan sebagai sebuah peluang bagi operator kesehatan sebagai produk layanan wisata kesehatan dengan memanfaatkan segmen pasar non BPJS.
Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D menyampaikan bahwa forest wellness didefinisikan sebagai pemanfaatan hutan bagi manusia untuk kesehatan yang dilakukan oleh therapist dengan pendekatan forest healing. Namun perkembangan forest therapy di Indonesia saat ini masih menemui banyak tantangan karena kurangnya therapist dan praktisi untuk forest healing yang tersertifikasi, berbeda dengan forest guide yang sudah banyak ditemui.
Sesi paparan dimulai oleh Prof. Dr. Satyawan Pudyatmoko, S.Hut., M.Agr.Sc. yang memaparkan bahwa Indonesia memiliki biodiversity yang dapat dimanfaatkan salah satunya yaitu pemanfaatan hutan-hutan yang ada, seperti Taman Nasional Merapi dan Merbabu sebagai forest healing / forest therapy, dimana harus disertai dengan assessment, verifikasi, dan pemilihan site yang disesuaikan dengan kebutuhan terapi. Pemanfaatan hutan sebagai wisata kesehatan tersebut tentunya harus melibatkan dukungan dari banyak sektor, tidak hanya dari sektor kesehatan, namun dukungan dari stakeholders serta masyarakat juga dibutuhkan.
Berikutnya, forest healing yang melibatkan sinergi Kedokteran Integratif dengan Pariwisata Wellness dijelaskan oleh dr. F.R Herin Anggreni P, M.Biomed(AAM). Tren masalah kesehatan menurut responden global tahun 2023 didominasi oleh masalah kesehatan mental, sehingga forest therapy merupakan pendekatan terapi kesehatan modern yang berfungsi untuk memulihkan energi dan merasakan ketenangan. Forest healing merupakan kombinasi antara ilmu kehutanan dan ilmu kedokteran yang menghasilkan kekuatan penyembuhan hutan, dimana terbagi menjadi 2 jenis, yaitu forest bathing yaitu tindakan non klinis dan bisa dilakukan sendiri atau dipandu oleh forest guide, serta forest therapy sebagai tindakan klinis dengan intervensi yang harus dipandu oleh tenaga profesional kesehatan. Forest therapy tersebut harus disertai dengan persiapan mulai dari identifikasi spot dan parameter lingkungan hingga penilaian kesehatan peserta. Keberhasilan pengembangan forest healing tersebut memerlukan keterlibatan dan dukungan lintas sektor, mulai dari RS sebagai pintu masuk pasien, masyarakat sebagai pelaksana teknis, hingga universitas sebagai pihak akademisi yang dapat melaksanakan penelitian terkait forest therapy. (Bestian Ovilia Andini)