Apakah Forest Bathing Merupakan Obat Mujarab untuk Masalah Kesehatan Mental? Sebuah Ulasan Naratif

Seiring dengan perkembangan masyarakat dan ekonomi, proses urbanisasi pun semakin cepat. Kehidupan perkotaan yang serba cepat dan polusi lingkungan telah meningkatkan tekanan hidup masyarakat, yang menyebabkan serangkaian masalah kesehatan fisik dan mental. Selain itu, pandemi COVID-19 pada tahun 2019 telah mengakibatkan kebijakan karantina yang ketat, yang memperburuk masalah kesehatan mental yang sudah ada. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa karantina memiliki banyak dampak psikologis negatif yang mungkin akan bertahan lama setelah perintah karantina dicabut. Depresi merupakan penyebab utama kecacatan di seluruh dunia dan kontributor yang signifikan terhadap beban penyakit global, dan prevalensi depresi bervariasi dari 2,2%–26,8% pada populasi umum. Selain itu, prevalensi gejala depresi yang relevan secara klinis di antara para penyintas COVID-19 ditemukan berkisar antara 21% hingga 45%. Chen et al menyelidiki perubahan prevalensi depresi dan kecemasan di kalangan remaja Tiongkok selama epidemi COVID-19 dan menemukan bahwa hal itu meningkat secara signifikan setelah wabah dibandingkan dengan data yang dilaporkan selama epidemi COVID-19. Pada survei awal, prevalensi depresi dan kecemasan masing-masing adalah 36,6% dan 19%. Pada survei kedua, prevalensi depresi dan kecemasan meningkat pesat menjadi masing-masing 57,0% dan 36,7%.
Lingkungan hutan telah lama disukai masyarakat karena suasananya yang damai, pemandangan yang indah, iklim yang sejuk, aroma yang menyenangkan, dan udara yang segar. Paparan terhadap lingkungan hutan meningkatkan kesehatan manusia, dengan jumlah penelitian yang relevan di bidang ini meningkat pesat. Para ilmuwan di Jepang telah mengeksplorasi peran hutan dalam mencegah penyakit tidak menular dan telah menemukan konsep baru yang disebut “mandi hutan” (Shinrin-Yoku dalam bahasa Jepang). Mandi hutan adalah terapi berbasis alam yang mengarahkan perhatian peserta terhadap pengalaman sensorik mereka, mendorong eksplorasi hutan di sekitarnya melalui penglihatan, pendengaran, sentuhan, penciuman, dan rasa. Mandi hutan telah terbukti meningkatkan kesehatan mental dan fisik, tidak hanya dengan menurunkan tekanan darah, meningkatkan kualitas tidur, dan meningkatkan kekebalan tubuh, tetapi juga dengan memperbaiki depresi, kecemasan, dan stres. Para cendekiawan Jepang telah melakukan banyak penelitian terkait dengan promosi kesehatan mandi hutan, dan telah mengembangkan ilmu baru “pengobatan hutan”. Tidak diragukan lagi, orang Jepang membanggakan harapan hidup tertinggi di dunia, yang sebagian disebabkan oleh popularitas mandi hutan di Jepang.
Saat ini, mandi hutan telah menjadi tren global sebagai respons alami terhadap kehidupan sehari-hari masyarakat modern yang serba cepat dan sibuk. Patut dicatat bahwa Clifford Amos, yang dianggap sebagai salah satu pelopor dalam memperkenalkan praktik mandi hutan ke Barat, menyajikan panduan praktis dan filosofi Shinrin-yoku, seni Jepang untuk membenamkan diri di alam dalam buku berjudul “Your Guide to Forest Bathing: Experience the Healing Power of Nature” dan “Guide’s Handbook of Forest Therapy”. Penelitian telah menunjukkan bahwa hal itu dapat meningkatkan aktivitas parasimpatis, mengurangi aktivitas simpatis, dan meningkatkan relaksasi dan sedasi psikologis. Oleh karena itu, ulasan ini menggambarkan dampak positif mandi hutan terhadap kesehatan mental dalam konteks urbanisasi dan era pascapandemi, serta mengeksplorasi faktor-faktor terkait yang memengaruhi dampak mandi hutan. Ulasan ini menyoroti potensi peran terapeutik hutan dalam kesehatan mental, memberikan dukungan berbasis bukti untuk konservasi hutan, dan menawarkan dasar ilmiah untuk pengembangan program penyembuhan hutan yang efektif demi manfaat masyarakat umum, terutama bagi orang dewasa yang lebih tua.