Reportase Diskusi Online
Membahas Prospek Geothermal dalam Medical Wellness dan Pendanaan Masyarakat
1 Agustus 2024
Dalam bidang wellness, geothermal digunakan pada pemandian air panas alami yang kaya akan mineral, dapat memberikan terapi relaksasi dan penyembuhan, serta meningkatkan kesehatan kulit, peredaran darah, dan kekebalan tubuh. Pemanas ruangan geothermal juga menciptakan lingkungan yang nyaman dan sehat, dengan suhu stabil yang mendukung kesejahteraan fisik dan mental. Salah satu terapi yang menggunakan energi geothermal adalah balneoterapi, yang efektif mengobati berbagai masalah kesehatan, termasuk penuaan, nyeri, masalah muskuloskeletal, kardiovaskular, pernapasan, kulit, dan kesehatan mental, sehingga berkontribusi pada kualitas hidup yang lebih baik. Selain itu, energi geothermal mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan emisi karbon, serta mendukung pelestarian lingkungan. Hal inilah yang melatarbelakangi PKMK FK-KMK UGM menyelenggarakan diskusi online terkait prospek geothermal dalam medical wellness. Melalui diskusi ini, diharapkan dapat memperkenalkan produk medical wellness yang dapat dikembangkan dengan pemanfaatan geothermal, serta mengembangkan inovasi guna pendanaan non-BPJS bagi rumah sakit.
Diskusi ini dibuka oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D (Staf Khusus Menteri Kesehatan bidang Ketahanan (Resiliency) Industri Obat dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI), dalam pengantar ini Prof. Laksono menyampaikan terkait prospek pemanfaatan geothermal dalam medical wellness, potensi geothermal di Indonesia ini tentunya didukung oleh letak geografis yang mana Indonesia merupakan ring of fire. Sayangnya, hingga saat ini jarang sekali terdapat fasilitas kesehatan yang memanfaatkan geothermal. Pemandian Air Panas Guci di Tegal, misalnya, memiliki potensi besar yang belum sepenuhnya dimanfaatkan. Saat ini, pemandian air panas tersebut sebagian besar hanya digunakan untuk berenang dan mandi, dengan tingkat kunjungan yang tinggi pada akhir pekan namun minim pada hari biasa. Hal ini berbeda dengan yang terjadi di Eropa, Thermal Vamed di Geinberg, Austria. Tempat ini memanfaatkan panas bumi untuk menyediakan fasilitas pemandian air panas alami yang dilengkapi dengan berbagai layanan kesehatan dan wellness, seperti balneoterapi yang kaya akan mineral, spa, dan perawatan kesehatan lainnya. Keberhasilan Thermal Vamed dalam menarik wisatawan dan pengguna jasa kesehatan menunjukkan bahwa geothermal bisa menjadi pendorong utama dalam sektor wellness.
Diskusi selanjutnya disampaikan oleh dr. Andry Edwin Dahlan (Global Health Tourism Assistance) dalam pemaparan ini beliau menyampaikan potensi geothermal di Indonesia. Indonesia memiliki potensi besar dalam pemanfaatan geothermal untuk sektor wellness dan pariwisata kesehatan, berkat letak geografisnya yang berada di ring of fire. Wellness tourism di indonesia memiliki banyak potensi yaitu, geothermal therapy (hidrotherapy, rejuvenation); forest therapy (earthing, sounds healing); dan oceano therapy (balneotherapy, thalasotherapy). Contoh di Eropa, seperti Bad Ragaz di Swiss, menunjukkan bagaimana pengembangan fasilitas kesehatan berbasis geothermal dapat mengubah desa pertanian menjadi resor kesehatan global. Indonesia bisa mengikuti jejak ini dengan mengembangkan pemandian air panas dan fasilitas kesehatan geothermal lainnya, yang tidak hanya mendukung kesehatan tetapi juga menarik wisatawan.
Paparan selanjutnya disampaikan oleh dr. Ni Nyoman Sri Rahayu Wulandari, M.Biomed, Sp.B (Direktur RSU Bhakti Rahayu Tabanan, Bali). Dalam pemaparan ini, dr. Rahayu memperkenalkan produk dari RS Bhakti Rahayu yang telah memanfaatkan geothermal, yaitu “Brahealth-Geothermal Wellness”. Program ini diadakan di Kintamani yang merupakan perpaduan dari medical wellness dan medical services dengan kegiatan program: natural hot spring, self-purification/ melukat, balinese massage, serta adventure (hiking atau tracking), general examination, mental health test, laboratory test, immune booster. Manfaat dari natural hot spring sendiri beberapa diantaranya dapat mengurangi hipertensi, sebagai complement therapy, mengurangi level stres, serta bermanfaat bagi kesehatan mental.
Prof. Laksono menambahkan pembahasan terkait pendanaan dari medical wellness. Saat ini rumah sakit vertikal dituntut untuk memiliki pendapatan selain dari BPJS. Jika dilihat dari ekonomi makro, GDP mengalami kenaikan, namun rasio pajak terhadap GDP cenderung menurun 11 tahun terakhir. Hal ini menandakan adanya keterbatasan fiskal yang dimiliki oleh Pemerintah. Beliau menambahkan bahwa saat ini sangat tinggi prospek pendanaan oleh swasta namun masih kurang dimanfaatkan. Medical wellness merupakan suatu tindakan preventif sehingga diperbolehkan untuk mengiklankan program, medical wellness juga dapat membantu bagi rumah sakit yang ingin menaikkan pendapatan dari non BPJS.
Dalam sesi tanya jawab, dr. Rahayu menceritakan tantangan dalam pengembangan medical wellness. Dalam proses pengembangannya, RSU Bhakti Rahayu memerlukan waktu kurang lebih enam bulan. Tantangan yang dihadapi adalah bekerja sama dengan warga lokal agar inisiatif program medical wellness dapat diterima dengan baik oleh masyarakat. dr. Andry juga menambahkan bahwa, berdasarkan pengalamannya saat mendampingi salah satu rumah sakit di Semarang, proses pendampingan berjalan selama dua bulan. Hal yang perlu disiapkan oleh rumah sakit atau klinik yang ingin mengembangkan program medical wellness adalah memahami potensi daerah sekitar yang dapat ditawarkan. Terkait pendanaan, dr. Andry menambahkan adanya peluang pendanaan dari asuransi jiwa, di mana saat ini sudah ada program asuransi vitality yang terkait dengan workout atau kegiatan lain yang bertujuan untuk meningkatkan gaya hidup atau bekerjasama dengan korporasi untuk program kesehatan karyawan. Dalam sesi ini pula, Prof. Laksono juga menekankan bahwa medicall wellness bukan merupakan medical tourism yang mana terdapat kriteria dalam rumah sakit yaitu harus kelas A atau B, tetapi medical wellness disini diperuntukkan bagi orang sehat yang ingin lebih sehat atau lebih bugar, sehingga dalam proses bisnisnya memungkinkan rumah sakit vertikal yang terletak di kota besar, memiliki klinik utama yang dekat dengan lokasi geothermal.
Diskusi ini ditutup oleh Prof. Laksono dimana beliau mengharapkan bahwa nantinya program yang telah dikembangkan oleh RSU Bhakti Rahayu di Kintamani, dapat diikuti oleh daerah daerah lain yang menawarkan program medical wellness yang memanfaatkan geothermal. Setelah diskusi online ini, akan diadakan training/ workshop terkait business plan untuk mengajak rumah sakit untuk ikut dalam bsinis ini untuk tidak hanya mencari keuntungan tetapi juga membuka lapangan kerja. (Kartika Saraswati)